Broken Home Bukan Alasan!


Oleh Fitri Yani

“Pergi saja sana kerumah Ibumu! Lebih baik kau tinggalkan rumah ini!” Teriak Ibuku kepada Ayahku. Hatinya dipenuhi dengan rasa benci, dan emosi. Bagaimana tidak? Mungkin semua istri di dunia ini akan melakukan hal yang sama apabila mereka mengetahui bahwa suaminya berselingkuh. Tapi aku tau, dia tak ingin mengeluarkan kata-kata itu. Rasa sakitnya.. rasa sakitnyalah yang memaksanya.
“Bruummm….” Terdengar suara motor keluar dari rumahku.
“Ayah benar-benar pergi…” Ucapku dalam hati.
“Brrraakkk…” Terdengar suara
pintu yang ditutup oleh Ibu dengan keras.
Aku benci Ayahku, dalam hidup ini, aku pikir dialah satu-satunya laki-laki yang baik dan dapat dipercaya. Aku kecewa, aku ingin berteriak, aku ingin memaki keadaan ini, aku ingin lari. Tapi tak ada yang bisa kulakukan. Aku tak ingin keluarga ini hancur, tapi aku juga tak bisa mempertahankannya. Pernah aku mencoba melerai mereka, menjadi penengah dalam pertengkaran itu, tapi tak ada gunanya, justru mereka memarahiku, “Kamu masih kecil, ga tau apa-apa, lebih baik kamu diam!” Itulah yang mereka katakan.

Kini, aku lelah dengan semuanya. Aku duduk terdiam disudut kamarku yang gelap, yang mungkin kehidupanku akan jauh lebih gelap darinya. Aku begitu tersiksa dengan pertengkaran ini, setiap kata-kata makian yang keluar dari mulut mereka, laksana pisau yang menusuk jantungku. Kukepalkan kedua tanganku, dan kupukuli lantai kamarku. Air matakupun jatuh tak tertahankan. Aku menutup telingaku dengan
telapak tanganku sekuat yang aku bisa. Tapi suara itu tetap terdengar, pertengkaran itu tetap menari dibenakku, seolah ia ingin menghantuiku dan tak ingin berhenti menyiksaku.

“Brrruuukkkk…” Terdengar suara motor jatuh di halaman depan rumahku. Seketika aku mengangkat wajahku. “Ayah…” panggilku dalam hati kecilku. Ibu berlari keluar rumah, begitu juga aku. Dan ternyata benar, itu Ayah, dia terjatuh dari motor. Dan dia setengah tak sadarkan diri, “Ya Allah, jangan biarkan dia kenapa-napa, aku menyayanginya…”  Tangisku dalam hati. Seketika kakiku lemas dan tak memiliki kekuatan untuk berdiri melihat keadaan ini. Tapi aku menguatkan hatiku, aku dan Abuku menghampiri Ayah, kami membantunya berdiri serta memapahnya sampai ia duduk di kursi di teras rumah. Ia membiarkan kepalanya terkulai. Terdengar suara nafasnya yang begitu cepat, dia mengeluarkan begitu banyak tenaga untuk berjalan sampai kursi.

“Dia sakit..” Batinku. Ayah memang sedang sakit, sejak pulang kerja dia mengeluh sakit pada perutnya. Ibu merawatnya, tapi Ayah merasa bahwa Ibu masih kurang meperhatikannya. Ibu memang sedikit berubah, karna Ibu sudah mengetahui pengkhianatan yang dilakukan oleh Ayah. Awalnya Ibu ingin menyembunyikan rasa sakitnya, untuk mempertahankan rumah tangganya. Tapi rasa sakitnya semakin menjadi, ditambah dengan sikap Ayah yang memang selalu ingin diperhatikan lebih saat sakit. Hingga akhirnya emosi Ibu memuncak dan pertengkaranpun tak dapat lagi terelakkan.
Aku menatap Ayah dengan penuh iba, seakan aku lupa dengan pengkhiatan yang sudah ia lakukan terhadap Ibu. Begitu pula dengan Ibu, ia menangis.. dapat kulihat raut ketakutan dari wajahnya.
Dengan lembut Ibu menghapus peluh di kening Ayah dengan sapu tangannya, “Ibu sangat mencintainya..” Gumamku dalam hati. Tak berapa lama, Ayahpun membuka matanya, dia benar-benar sadar sekarang, meski masih dapat terlihat bahwa tubuhnya masih begitu lemah.

Saat itu aku berpikir, mungkin mereka bisa menyelesaikan masalah ini dengan cara yang dewasa dan dengan kepala dingin. Tapi ternyata…
“Kamu itu apa-apaan sih?!” Ucap Ibu memulai pertengkaran itu lagi.
“Kan kamu yang suruh aku pergi?!” Jawab Ayah.
“Ya Allah.. Hentikan pertengkaran ini, aku tak sanggup mendengarnya lagi..”  Batinku, sambil menutup mataku. Seketika air matakupun menetes bercucuran. Aku berlari kedalam kamar, dan menutup kencang pintu kamarku. Aku menjatuhkan tubuhku ke atas kasur. Lalu kututup kepalaku dengan bantal.  
“Ya Allah, mengapa harus aku? Kenapa harus aku yang mengalami semua ini? Ayah.. Ibu.. Apakah kalian tak peduli lagi padaku? Apa kalian sudah tak menyayangiku lagi? Apa yang kalian pikirkan? Tidakkah terlintas dalam benak kalian tentang perasaanku? Mengapa kalian begitu jahat padaku.. Hiks..” Ucapku dalam hati sambil menangis tersedu-sedu.
Tangisku semakin menjadi. Aku seperti berada di ujung tebing kehancuran dan bisa kapanpun jatuh ke dalam kehidupan yang gelap dibawahnya.
Aku merasa begitu hancur, hancur tak tersisa.

“Tuuuuutttt….” Terdengar suara telpon dari teras rumah. Rupanya Ayah sedang menelpon seseorang.
“Halo.. Arya, bisa ke rumah paman sekarang? Paman mau minta tolong di antar ke Cipayung” Kata Ayah kepada seseorang di ujung telpon. Ternyata Ayah menelpon ka Arya, kakak sepupuku.
“Oh, iya paman, Saya segera datang” Jawab ka Arya
Lalu line telponpun ditutup. “Ya Allah, Apakah ini akhir dari semuanya?”  Batinku.
Tak berapa lama, ka Arya pun datang, dan Ayahpun langsung pergi ke rumah Nenek di Cipayung.
“Tita, ayo kita antarkan Ayah kamu pulang, kalau tidak nanti nenek kamu bisa marah-marah” Ajak Ibu padaku dengan setengah berteriak dari luar rumah.
Tanpa menjawabnya, akupun langsung mengganti pakaianku, dan menghampiri Ibu di halaman rumah. Ibu memerhatikanku, namun aku dengan cepat memalingkan  wajahku dan kemudian menunduk. Aku tak ingin Ibu melihat raut kesedihan dari wajahku.
Tak ingin lama-lama di perhatikan oleh Ibu, apalagi sampai terlontar sebuah pertanyaan untukku, akhirnya aku langsung naik ke atas motor, menghidupkan starternya, dan kemudian melaju dengan perlahan. Sepanjang perjalanan, tak sedetikpun rasanya otakku berhenti memikirkan masalah ini.
“Apa yang akan terjadi sesampainya kami disana? Apa reaksi Nenek melihat semua ini? Apakah Ayah akan baik-baik saja? Ya Allah, jangan biarkan sesuatu yang buruk menimpa keluarga kami ya Allah..”  Do’aku dalam hati.

Sesampainya di rumah Nenek, ternyata semuanya baik-baik saja. Nenek hanya terlihat sedikit panik, tapi tak menanyakan apapun. Mungkin Ayah yang lebih dahulu datang, sudah sedikit menenangkannya. Hatiku memang sedikit lega, tapi tetap, rasa takut masih menyelimutiku.
Karena tak ingin berlama-lama disana, lalu ibu pun mengajakku pulang.

Tak berapa lama, kami pun sampai di rumah. Aku berjalan perlahan menuju kamar tidurku. Aku berjalan, tapi seakan melayang.. Aku merasa begitu hampa.. Aku tak dapat menangis lagi. Sesampainya di kamar, aku duduk diatas kasurku. Tatapanku kosong, aku merasa bahwa sekarang aku bukan ada didepan tebing kehancuran, melainkan sudah berada tepat didasarnya. Aku merebahkan perlahan tubuhku, kutatap langit-langit kamarku, tapi entah apa yang kulihat, pertengkaran itu seakan merasuk kedalam jiwaku. Aku seolah tak ingin melakukan apapun lagi. Aku lumpuh! Lumpuh karena rasa sakit ini!.
Jam demi jam telah berlalu, tapi aku hanya diam. Hari sudah semakin larut, namun kelopak mataku masih jua tak ingin beradu. Sesekali kudengar isak tangis ibu yang begitu lirih. Begitu sakit rasanya aku mendengarnya.
“Ya Allah, aku tak mampu menanggung beban ini, aku tak sanggup menghadapinya, lebih baik aku mati daripada harus menderita seperti ini ya Allah…”  Tangisku dalam hati.

Kupejamkan mataku sejenak, kemudian membukanya kembali. Lalu ku ambil handphone dari saku celana jeansku. Kuketikkan email dan password facebookku, lalu kemudian aku masuk ke jejaring sosial itu. Suasana hatiku masih kacau, “Sekarang aku anak broken home!”  Pikirku dalam hati.
Kemudian terlintas di benakku, “Kenapa aku ga masuk ke komunitas anak-anak yang broken home? Semoga saja ada yang membuat halaman untuk anak broken home. Setidaknya aku bisa berteriak disana, dan bisa mengungkapkan apa yang aku rasakan..” . Lalu aku menuliskan kata “Anak Broken Home” di kotak pencarian, sambil berharap dalam hati, semoga saja ada halaman itu. Dan.. diluar dugaanku, ternyata ada banyak halaman-halaman yang berisi komunitas-komunitas Anak Broken Home.. Tanpa pikir panjang lagi, aku langsung klik like di salah satu halaman yang paling banyak membernya.
Dalam otakku aku berpikir, semua isi dari halaman ini pasti adalah keluhan-keluhan mereka, uneg-uneg mereka, kekesalan mereka, rasa kecewa mereka, rasa sakit mereka, makian mereka terhadap keadaan, atau segala macam bentuk ungkapan mereka terhadap ketidakadilan dalam kehidupannya.
Tapi ternyata aku salah, sebagian dari mereka memang melakukannya, tapi sebagian besar lainnya justru menyemangatinya!
Banyak kisah nyata dari kehidupan mereka yang membuatku menangis, aku malu, ternyata masalahku begitu kecil bila dibandingkan masalah yang dihadapi oleh mereka. Tapi mereka tak mengeluh, mereka kuat, bahkan begitu tegar.
Dari situ aku tersadar, mereka yang bahkan diberikan ujian yang begitu besar – yang aku tak tau, mampu melewatinya atau tidak - masih mampu memberikan senyuman di wajah mereka, bahkan mampu menyemangati orang lain. Sedangkan aku? Aku terpuruk disini, seolah-olah akulah orang yang paling menderita didunia ini.
“Ya Allah.. Ampunilah hambamu yang lalai akan nikmatmu ini ya Allah,” Ucapku dalam hati.
Kututup mataku lagi, lalu aku menarik nafas panjang, dan kemudian menghembuskannya. “Ya Allah, aku berjanji akan berjuang, berikan aku kekuatan dan kesabaran dalam menghadapi cobaan ini ya Allah” Ucapku dalam hati yang kemudian diiringi senyuman kecil ketegaran dari bibirku.
“Terima kasih teman-teman, semoga kalian juga diberi kekuatan dan kesabaran dalam menghadapi cobaan dalam hidup ini, Amiiin…..” Do’aku dalam hati.
Mataku terasa berat dan perih, mungkin dia lelah karena sudah banyak mengeluarkan air mata hari ini. Aku membetulkan posisi tidurku, kemudian berdo’a, lalu memejamkan mataku.
“Semoga besok, akan lebih baik dari hari ini, Amiiinn….”  Do’aku dalam hati sebelum benar-benar terlelap.

***

Setelah kejadian malam itu, Ayah menghilang, ia tak ada di rumah Nenek, entah ia ada dimana. Waktu demi waktu telah kami jalani, seolah kami telah menghapus kenangan buruk malam itu, kini hidup kami pulih kembali. Meski kebahagiaan ini memang tak lengkap tanpa adanya Ayah dalam hidup kami, tapi kami mulai terbiasa dengan keadaan ini.

Beberapa hari kemudian…Ternyata aku ditawari sebuah pekerjaan menjadi pelayan di sebuah toko. Aku senang sekali, akhirnya aku bisa mendapatkan sebuah pekerjaan setelah dua bulan menganggur selepas lulus SMA. Yah.. meskipun upah yang diberikan tidak terlalu besar, tapi setidaknya aku bisa memberikan uang hasil kerja kerasku sendiri kepada Ibu :) .

Hari-hari di tempat kerjaku pun kulewati dengan gembira, bahkan saat aku sedikit bercerita tentang kehidupanku kepada teman kerjaku, ia tak percaya bahwa aku ini adalah anak broken home. Yah.. begitulah, sekarang aku berpikir “Broken home bukan alasan!”

Hingga sampai pada suatu ketika.. Ayah datang kembali dan akhirnya mereka benar-benar memutuskan untuk berpisah. Hatiku sakit, aku ingin menolak kenyataan ini. Tapi aku tak bisa melakukan apapun. Aku tak bisa memaksakan Ibu untuk tetap bertahan dengan mengorbankan hatinya, juga tak bisa mempertahankan Ayah setelah pengkhianatan yang dilakukannya. Aku hanya percaya, bahwa Allah pasti memberikan yang terbaik untuk umatnya, dan juga.. Pasti ada hikmah dibalik suatu kejadian.
Hmmm… rasa sedih pasti ada, tapi aku tak ingin terus menerus memikirkannya. Semua ini terjadi karena memang harus terjadi, tak ada yang perlu disesali. Yang terpenting adalah berpikir positif dan jadikan hari esok jauh lebih baik dari hari ini  :). Yah, kalimat itulah yang sampai saat ini membuatku terus bergerak maju.

***

Tak berapa lama setelah itu, mereka kembali bertemu, dan membicarakan mengenai hubungan mereka dengan serius. Hingga akhirnya mereka memutuskan untuk kembali bersama menjadi sepasang suami-istri. Entahlah apa alasan mereka, mungkin saja demi anak-anaknya, atau mungkin memang masih ada cinta di antara mereka. Yang pasti, ini awal yang baik untuk memulai lagi semuanya :).

The End

Pesan:
Saat kita berada dalam masalah, jangan selalu melihat ke atas, lihatlah kebawah, banyak orang yang bahkan masalahnya lebih berat dari kita tapi mereka tetap tegar.. Bersabarlah, Pertolongan Allah pasti akan datang, dan semuanya akan indah pada waktunya, Cheers up :)
Semoga berguna :)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terima kasih sudah berkunjung dan meninggalkan komentar. Kritik dan saran sangat diharapkan dan dihargai. Salam Blogger Indonesia.