Senin Bersama Rasulullah


Libur lebaran kemarin, Alhamdulillah aku dan adikku berkesempatan pergi ke Gramedia lagi. Bagi kami itu hiburan yang sangat menyenangkan, bahkan ketika kami baru masuk gedungnya saja, kemudian mencium wanginya buku-buku baru, MasyaAllah kami sudah saling bertatapan dengan wajah yang sumringah. Iya, se-happy itu kami kalau pergi ke toko buku. 

Disamping karena lokasinya yang memang jauh, jadi kami ga bisa sering-sering kesana, kami juga excited dengan buku apa yang akan kami bawa pulang nantinya. Dan, setelah disana selama kurang lebih 3 jam, akhirnya kami dapat beberapa buku, dan buku inilah salah satunya. 

Hal yang menarik hatiku untuk membeli buku ini pertama kali adalah bagian mukaddimahnya. Disana tertulis :

"Ini adalah tentang hampa yang coba temukan makna. Tentang manusia yang terperangkap dalam benda dan fana. Tentang hamba yang lupa jalan pulang ke sang Pencipta. 

Ya Allah aku lelah mencari, sampaikanlah aku padamu..."

Setah membaca bagian itu dan membuka beberapa halaman lain, aku akhirnya mantap untuk membeli buku ini. 

Kemudian, bagian favoritku dari buku ini ada di halaman 142, berisi cerita tentang "Dunia yang Gelap." Bagian ini lama berputar di kepalaku, rasanya seperti diberikan analogi yang menurutku sangat tepat. Berikut aku bagikan dengan kalian ya, sekaligus sebagai penutup cerita hari ini. Dan sampai ketemu di cerita lainnya :)

Dunia yang Gelap 
Mungkin, bayi-bayi yang ada dalam kandungan di seluruh semesta bertanya-tanya, “Buat apa aku memiliki mulut? Toh nutrisi aku datang dari perut.” Besok lusa saat mereka lahir, mereka akan sadar bahwa mulut mereka tidak sia-sia.

Sama seperti ibadah-ibadah kita hari ini, mungkin kamu bertanya-tanya, “Buat apa aku salat? Toh tanpa salat rezekiku lancar-lancar saja.” Besok lusa saat di akhirat kamu akan sadar bahwa salat yang kamu dirikan tidak akan sia-sia.

Suatu hari seorang Kiai berceramah di depan murid-muridnya, “Duhai santri-santriku, ketahuilah bahwa dunia ini gelap, sedangkan alam kuburlah yang terang.”

Selesai berceramah, tiga orang santri menghadap kepadanya. “Bagaimana mungkin dunia itu gelap, Abuya? Sedangkan matahari bersinar sepanjang hari.”

Sang Kiai membawa ketiga santri tersebut ke sebuah gua yang tak jauh dari pesantren. “Masing-masing kalian akan masuk dan mengambil kerikil yang ia injak di bawah kakinya,” kata Sang Kiai sembari menyodorkan karung.

Masuklah santri pertama, keadaan di dalam gua benar-benar gelap, tak bisa melihat apa pun. Sesampainya di dalam, ia mengambil beberapa kerikil di bawah kakinya. “Yang penting sudah ngerjain perintah Kiai. Aku ambil secukupnya saja."

Tidak lama kemudian ia pun keluar. Kini giliran santri kedua yang masuk. Pemikirannya sama seperti santri pertama, yang penting ambil saja. Ia pun keluar tidak beberapa lama kemudian.

Tibalah santri ketiga masuk, suasana gua sangat gelap. “Bukankah semakin banyak kerikil yang aku ambil, maka Abuya akan semakin senang?" Maka ia isi karungnya sampai penuh. Tertatih-tatih ia membawanya keluar.

“Sekarang coba buka karung kalian,” perintah Sang Kiai.

Saat mereka membukanya, aduhai ternyata itu bukan kerikil tapi permata. Santri pertama dan kedua terlihat sangat menyesal. Sedangkan santri ketiga berjingkrak-jingkrak bahagia.

“Nah begitulah dunia, ia dikatakan gelap karena amal-amal ibadah yang kita kerjakan sekarang tidak tampak manfaatnya, tapi lihatlah besok di alam kubur, Semua akan menjadi terang benderang, amal-amal ibadah kita akan terlihat.”

- Dalam buku Senin Bersama Rasulullah oleh Febriawan Jauhari.

Wassalamu’alaikum :) 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terima kasih sudah berkunjung dan meninggalkan komentar. Kritik dan saran sangat diharapkan dan dihargai. Salam Blogger Indonesia.